Kuliah dari Professor Ohio University – Prof. Mona Robinson, PhD, LPCC-S, LSW, CRC di Prodi Bimbingan dan Konseling

Program visiting professor dari Ohio University di Program Studi Bimbingan dan Konseling UNY dilaksanakan mulai tanggal 10 oktober 2019 - 11 oktober 2019. Program diselenggarakan sebagai wujud kerja sama internasional, yang diharapkan dapat menjadi jembatan kemitraan-kemitraan lanjutan antara UNY dengan Ohio University. Selain itu, kegiatan visiting professor diselenggarakan dalam rangka meningkatkan kapasitas program studi bimbingan dan konseling dalam kegiatan internasionalisasi perguruan tinggi. Selain itu, dilaksanakan dalam rangka meningkatkan kemampuan dosen dan mahasiswa dalam pendalaman dan penguasaan keterampilan konseling yang diperoleh langsung dari narasumber yang berkualifikasi dan diakui secara internasional

Pada 10 Oktober 2019, kegiatan guest lecture dan kuliah umum dilakukan di Fakultas Ilmu Pendidikan.

Professor Mona Robinson, PhD, LPCC-S, LSW, CR., yang dibersamai oleh Devyn Savitsky, MS (satu mahasiswa S3 Ohio University) memberikan kuliah mengenai isu-isu dan fenomena mengenai Bimbingan dan Konseling untuk anak dan kaum disabilitas. Anak dan saudara-saudara kita dengan disabilitas dipandang sebagai subjek layanan bimbingan dan konseling yang memerlukan intervensi yang tepat dan relevan.

Melalui materi berjudul “Communicating with Individuals with Disabilities:
People First Language” Prof. Mona Robinson mengungkapkan bahwa saudara-saudara kita dengan disabilitas merupakan individu yang memiliki minat, talenta, dan juga kebutuhan yang sama. Hendaknya kita semakin menyadari bahwa kata-kata atau kalimat yang mendeskripsikan saudara kita dengan disabilitas akan sangat berdampak pada perkembangan psikologis mereka. Peran media memiliki posisi penting dalam mengurangi stigma-stigma yang berkembang mengenai saudara kita dengan disabilitas.

Sejalan dengan materi yang disampaikan pada kuliah umum yang juga diselenggarakan pada 10 Oktober siang. Terdapat berbagai isu-isu kesehatan mental yang sering terabaikan di kalangan anak dan saudara-saudara kita dengan disabilitas. Sekolah dan keluarga berkontribusi tinggi dalam mempengaruhi kesehatan mental anak. Prof Mona mengungkap data yang dilansir oleh UNESCO bahwa lebih dari 90% anak dengan disabilitas di Negara berkembang tidak bersekolah. Selain itu, dilansir bahwa 50% siswa yang rata-rata berusia 14 tahun ke atas dengan sakit mental mengalami drop out. Dan salah satu akibat dari kondisi mental yang tidak segera teridentifikasi dan tidak mendapat intervensi yang tepat dapat mengakibatkan bunuh diri. Sehingga bunuh diri menjadi penyebab kematian ketiga tertinggi di kalangan remaja berusia 10-24 tahun.

Data-data yang diungkap menunjukkan bahwa peran bimbingan dan konseling sangat vital, terutama untuk siswa yang berada dalam lingkup pendidikan. Mahasiswa secara aktif terlibat dalam diskusi dan mengaku mendapat wawasan yang penting dalam memahami konseling untuk konseli dengan disabilitas dan kesehatan mental anak. (YN/rit)