Guest Lecture : Multicultural Counseling and Self Care for Counsellors

(Senin,28 Oktober 2024) Departemen Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi Universitas Negeri Yogyakarta (FIPP UNY) menggelar acara Guest Lecture bertema “Multicultural Counseling and Self-Care for Counsellors”. Acara ini menghadirkan dua narasumber dari Universiti Malaya, Malaysia, yaitu Melati Sumari, Ph.D. dan Dr. Norsaful Aznin yang berbagi wawasan dan pengalaman dalam dunia konseling multikultural dan pentingnya self-care bagi para konselor.

Dr. Melati Sumari membuka sesi pertama dengan materi berjudul, “Reclaiming Our Identities: Internalization and Indigenization of Counseling”. Dalam materinya, Dr. Melati menekankan pentingnya indigenisasi atau pelokalan dalam konseling, di mana metode konseling disesuaikan dengan budaya dan nilai-nilai lokal tanpa mengabaikan perkembangan global. Menurut Dr. Melati, globalisasi telah membawa pengaruh besar dalam menyebarkan nilai-nilai Barat ke berbagai budaya di dunia, termasuk dalam konsep kesehatan mental. Namun, ia menyoroti pentingnya mempertimbangkan keragaman budaya dalam praktik konseling agar layanan tersebut relevan dan efektif bagi komunitas lokal. "Konseling bukan hanya sekadar menerapkan metode Barat, namun juga perlu menghormati perspektif budaya setempat untuk menciptakan pendekatan yang lebih inklusif dan kontekstual," ujarnya.

Di sesi kedua, Dr. Norzafatul Aznin A. Razak membawakan materi dengan judul, “Reflective Practice and Professional Growth: Enhancing Counselor Wellness and Professional Value”. Dalam presentasinya, Dr. Norzafatul mengupas pentingnya praktik reflektif bagi konselor sebagai sarana pengembangan diri dan peningkatan kesejahteraan profesional. Ia menjelaskan bahwa praktik reflektif, seperti jurnal reflektif dan supervisi profesional, dapat membantu konselor mengenali stres serta mengelola emosi mereka sehingga mampu mempertahankan empati tanpa mengalami kelelahan emosional. Menurutnya, konselor yang rutin melakukan refleksi terhadap pengalaman kerja mereka cenderung memiliki kepuasan kerja lebih tinggi dan kualitas interaksi dengan klien yang lebih baik. "Dengan menjadikan refleksi sebagai bagian dari kebiasaan harian, para konselor tidak hanya menjaga kesejahteraan diri tetapi juga mampu memberikan pelayanan terbaik bagi konseli," ungkap Dr. Norzafatul.

Kegiatan ini ditutup dengan sesi tanya jawab yang interaktif, di mana para peserta antusias menyampaikan berbagai pertanyaan terkait tantangan dan peluang dalam konseling. Diharapkan melalui kegiatan ini, mahasiswa dapat mengembangkan pemahaman yang lebih komprehensif mengenai pentingnya penyesuaian budaya dalam konseling dan pentingnya menjaga kesejahteraan diri sebagai seorang konselor. (salma)